Malam itu rasanya badanku tertimpa batu seberat 100 ton! Pegal dan
berat sekali. Ingin rasanya aku minta dipijitin Mamah, tapi kubatalkan
niatku itu. Aku kasihan melihat Mamahku yang cantik itu kelelahan karena
telah mengerjakan pekerjaan rumah seharian penuh. Ditambah kaki kiriku
yang sakit karena terkilir gara-gara berlari saat olahraga tadi pagi.
Uhh, ingin rasanya aku terjun bebas saja ke lautan busaku yang empuk dan
nyaman -maksudnya tempat tidurku- tapi apa boleh buat, pr-ku sudah
setinggi gunung everest sih, besok ada ulangan fisika pula, gurunya
killer dan super duper galak. Tapi menurutku sih, mirip kayak macan
bunting hhee. Huahhh ingin menangis sejadi-jadinya saja diriku ini.
Pr Bahasa Indonesia dan IPA pun telah ku bereskan, tinggal pr matematika yang tersisa. Meski cuma diberi 15 soal, tapi rasanya aku sedang mengerjakan ribuan soal yang rumusnya berasal dari planet mars, ku kira. Sangat sangat sulit dimengerti, apalagi diterapkan dalam soal-soal ini, sehingga aku harus memutar otak sejauh 540 derajat. Memang aku tak terlalu pandai dalam matematika. Ya, kemampuanku lumayan-lumayan saja. Huhuu, ingin rasanya ku makan saja semua soal-soal ini.
Sedang pusing-pusingnya berperang dengan pr-ku ini, tiba-tiba ada seekor kecoa yang merayap di kakiku. Sedari kecil aku memang takut dan jijik jika melihat kecoa, apalagi menyentuhnya, bisa-bisa aku mati ketakutan. Reflek, aku langsung menari-nari layaknya orang gila yang kesurupan -gila saja sudah cukup aneh, apalagi ditambah kesurupan ya?- ku hentakkan kakiku ke utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut, lalu kembali lagi ke utara. Aku pun langsung menaiki meja belajarku. Saat aku menghentakkan kaki, kecoa itu terlempar tidak terlalu jauh dan badannya terbalik sehingga ia tak bisa berbuat apa-apa alias tak berdaya. Aku langsung berteriak sekuat tenaga untuk mencari pertolongan, pertolongan kepada Mamahku.
“Mama.. Mamaaa.. tolong ada kecoa! ada kecoa Maaaa!!!”
Mamaku yang sudah hafal akan sifatku yang takut kepada kecoa pun datang menuju kamarku sebagai penyelamat sambil membawa sebuah sapu sebagai senjata andalan. Mama lalu menggiring kecoa itu ke luar dari kamarku, lalu kembali untuk menenangkanku.
“udah deh, kamu itu gadis 13 tahun, masa masih takut sama kecoa sih? Nggak malu apa sama adikmu?” goda Mamaku.
“yah Mama, Roni kan anak laki-laki mah,” jawabku dengan wajah cemberut. Yang dimaksud adalah Roni adik lelakiku, ia baru berumur 6 tahun, tapi dia lelaki, wajar kalau ia lebih berani dari aku.
“ya salah kamu sih, makanya jadi cewek jangan jorok dong, kamarmu aja berantakan kayak kapal pecah, pantes aja kecoa suka nginep di sini,” canda Mama sambil menasihatiku.
“Ya, Mama gitu amat sih?” Setelah itu Mama pun pergi, aku memikirkan kata-kata Mamaku tadi. Benar juga katanya, kamarku memang seperti kapal pecah.
Aku pun langsung bertindak untuk membersihkan kamarku serta menyudahi prku. Selesainya, aku pergi ke kamar mandi seperlu menggosok gigi serta mencuci tangan dan kaki. Setelah itu aku pun pergi tidur. Nyaman juga rasanya kalau kamar bersih dan rapi. Saat aku tidur, aku bermimpi dikejar-kejar kecoa tadi, namun ia telah membesar seukuran tyranosaurus ku rasa. Saat aku berlari menyelamatkan diri, aku tersandung lalu terjatuh, ku pikir aku tertangkap, kemudian aku terbangun, aku tersadar aku cuma mimpi.
Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku. Ternyata semuanya mimpi, saat aku bangun aku sedang tertidur di meja belajarku, di atas meja pr matematikaku yang belum selesai, bukan di tempat tidurku. Ternyata aku bermimpi di dalam mimpi. Haha, aneh kan? Terus gue harus guling-guling, kejang-kejang sambil bilang wow getoh? Ahh tahu deh.
Tapi lamunanku terpecah saat sesuatu merayap di kakiku. Dan saat ku lihat, ternyata..
“huaaaa.. Mamaa.. Mamaaaa.. ada kecoaaa, tolonggg.. toloongg!!!”
Pr Bahasa Indonesia dan IPA pun telah ku bereskan, tinggal pr matematika yang tersisa. Meski cuma diberi 15 soal, tapi rasanya aku sedang mengerjakan ribuan soal yang rumusnya berasal dari planet mars, ku kira. Sangat sangat sulit dimengerti, apalagi diterapkan dalam soal-soal ini, sehingga aku harus memutar otak sejauh 540 derajat. Memang aku tak terlalu pandai dalam matematika. Ya, kemampuanku lumayan-lumayan saja. Huhuu, ingin rasanya ku makan saja semua soal-soal ini.
Sedang pusing-pusingnya berperang dengan pr-ku ini, tiba-tiba ada seekor kecoa yang merayap di kakiku. Sedari kecil aku memang takut dan jijik jika melihat kecoa, apalagi menyentuhnya, bisa-bisa aku mati ketakutan. Reflek, aku langsung menari-nari layaknya orang gila yang kesurupan -gila saja sudah cukup aneh, apalagi ditambah kesurupan ya?- ku hentakkan kakiku ke utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut, lalu kembali lagi ke utara. Aku pun langsung menaiki meja belajarku. Saat aku menghentakkan kaki, kecoa itu terlempar tidak terlalu jauh dan badannya terbalik sehingga ia tak bisa berbuat apa-apa alias tak berdaya. Aku langsung berteriak sekuat tenaga untuk mencari pertolongan, pertolongan kepada Mamahku.
“Mama.. Mamaaa.. tolong ada kecoa! ada kecoa Maaaa!!!”
Mamaku yang sudah hafal akan sifatku yang takut kepada kecoa pun datang menuju kamarku sebagai penyelamat sambil membawa sebuah sapu sebagai senjata andalan. Mama lalu menggiring kecoa itu ke luar dari kamarku, lalu kembali untuk menenangkanku.
“udah deh, kamu itu gadis 13 tahun, masa masih takut sama kecoa sih? Nggak malu apa sama adikmu?” goda Mamaku.
“yah Mama, Roni kan anak laki-laki mah,” jawabku dengan wajah cemberut. Yang dimaksud adalah Roni adik lelakiku, ia baru berumur 6 tahun, tapi dia lelaki, wajar kalau ia lebih berani dari aku.
“ya salah kamu sih, makanya jadi cewek jangan jorok dong, kamarmu aja berantakan kayak kapal pecah, pantes aja kecoa suka nginep di sini,” canda Mama sambil menasihatiku.
“Ya, Mama gitu amat sih?” Setelah itu Mama pun pergi, aku memikirkan kata-kata Mamaku tadi. Benar juga katanya, kamarku memang seperti kapal pecah.
Aku pun langsung bertindak untuk membersihkan kamarku serta menyudahi prku. Selesainya, aku pergi ke kamar mandi seperlu menggosok gigi serta mencuci tangan dan kaki. Setelah itu aku pun pergi tidur. Nyaman juga rasanya kalau kamar bersih dan rapi. Saat aku tidur, aku bermimpi dikejar-kejar kecoa tadi, namun ia telah membesar seukuran tyranosaurus ku rasa. Saat aku berlari menyelamatkan diri, aku tersandung lalu terjatuh, ku pikir aku tertangkap, kemudian aku terbangun, aku tersadar aku cuma mimpi.
Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku. Ternyata semuanya mimpi, saat aku bangun aku sedang tertidur di meja belajarku, di atas meja pr matematikaku yang belum selesai, bukan di tempat tidurku. Ternyata aku bermimpi di dalam mimpi. Haha, aneh kan? Terus gue harus guling-guling, kejang-kejang sambil bilang wow getoh? Ahh tahu deh.
Tapi lamunanku terpecah saat sesuatu merayap di kakiku. Dan saat ku lihat, ternyata..
“huaaaa.. Mamaa.. Mamaaaa.. ada kecoaaa, tolonggg.. toloongg!!!”